ISLAM INDAH DAN MULIA
Seorang lelaki
menemui Rasulullah Saw. dan bertanya, “Ya Rasulullah, apakah agama itu?”
Rasulullah menjawab, “Akhlak yang baik.” Kemudian ia mendatangi Nabi dari
sebelah kanan dan bertanya, “Ya Rasulullah, apakah agama itu?” Nabi menjawab,
“Akhlak yang baik.” Kemudian ia menghampiri Nabi dari sisi kiri, “Apakah agama
itu?” Dia bersabda, “Akhlak yang baik.” Kemudian ia mendatanginya dari belakang
dan bertanya, “Apa agama itu?” Rasulullah menoleh kepadanya dan bersabda,
“Belum jugakah engkau mengerti? Agama itu akhlak yang baik.” (al Targhib wa
al Tarhib, 3: 405)
Nabi Saw.
bersabda, “Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia.” (HR. Imam Malik
[hadis no. 1723])
Allah Swt.
berfirman,
“Kami tidak mengutusmu (wahai Muhammad) kecuali
sebagai rahmat bagi alam semesta.” (Q.S. Al Anbiya: 107)
Allah Swt. berfirman, “Wahai Tuhan kami, utuslah kepada mereka
seorang rasul dari kalangan mereka yang membacakan ayat-ayatMu pada mereka,
mengajarkan kitab Al Qur’an dam Al Hikmah (Al Sunnah) kepada mereka
sertamenyucikan mereka.”(Q.S Al Baqarah: 129).
Allah
Swt.berfirman,
“Sebagaimana kami telah menyempurnakan
nikmat kami pada kalian, kami telah mengutus kepada kalian seorang Rasul dari
kalangan kalian yang membacakan ayat-ayat kami kepada kalian, menyucikan
kalian, mengajarkan kitab suci dan hikmah (As Sunnah) kepada kalian.”(Q.S
Al Baqarah: 151).
Nabi Saw.
bersabda,
“Tidaka ada yang lebih berat dalam
timbangan manusia di hari kiamat daripada akhlak yang baik.” (HR. Abu Daud
[hadis no. 4799], At Tirmidzi [hadis no.2003]).
Nabi Saw.
bersabda,
“Mukmin yang paling sempurna imannya
adalah yang paling baik akhlaknya,” (HR. Abu Daud [hadis no. 4682], Imam
Ahmad [hadis 2/250]).
Nabi Saw. juga
bersabda, “Orang yang paling baik Islamnya adalah yang paling baiak akhlaknya.” (HR. Imam Ahmad
dalam Musnadnya [hadis 5/99]).
Nabi Saw.
bersabda, “Orang yang paling kucintai dan yang paling dekat denganku di
hari kiamat adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR. Al Tirmidzi
[hadis no. 2018], Ahmad [hadis 2/217])
Nabi Saw.
bersabda,
“Yanga paling banyak memasukan manusia ke
dalam surga adalah takwa kepada Allah dan akhlak yang baik.” (HR. Al
Tirmidzi [hadis no. 2004], Ibnu Majah [hadis no. 4246])
Ada sebuah
cerita menarik: Suatu utusan datang kepada Nabi Saw. Mereka bertanya, “Wahai
Rasulullah, siapa hamba yang paling dicintai Allah?” Beliau menjawab, “Yang
paling baik akhlaknya.” (HR. Imam Ahmad dalam Musnadny [hadis 4/278], Ibnu
Majah [hadis 3436])
Nabi Saw.
bertanya, “Maukah kalian kuberitahu tentang orang yang paling kucintai?”
“Tentu, wahai Rasulullah,” jawab mereka. Beliau kembali bertanya, “Maukah
kalian kuberitahu tentang orang yang paling kucintai?” “Tentu, wahai Rasulullah,” jawab mereka lagi.
Lalu beliau menegaskan, “Orang yang paling baik akhlaknya.” (HR. Imam Ahmad
[hadis 2/185], dan [hadis 2/217])
“Dengan akhlak
yang baik, seorang mukmin akan mencapai derajat yang berpuasa dan qiyamullail.” (HR. Abu Daud
[hadis no.4798], Imam Ahmad dalam Musnadnya [hadis 6/94)
Nabi
Saw. bersabda, “Ilmu bisa diperoleh lewat
belajar, sifat santun bisa diperoleh lewat upaya untuk selalu bersikap santun,
dan sabar bisa diperoleh lewat usaha untuk bersabar.” (HR. Bukhari dalam
Fath Al bari [hadis 1/161]).
Allah
Swt. berfirman, “Sungguh pada diri
Rasulullah terdapat teladan yang baik bagi kalian.” (Q.S Al Ahzab: 21)
Ayat
Al Qur’an dan Hadis di atas menunjukan batapa pentingnya akhlak tersebut dalam
membangun keperibadian Islam.
TAWADUK
TUNDUK
DAN MENERIMA KEBENARAN DARI SIAPAPUN
Kala engkau mendengar
bahwa seseorang bersifat tawaduk, apa yang kaurasakan? Apayang terlintas dalam
benakmu? Engakau tidak bisa mengungkapkan isi hatimu dalam mengomentari akhlak
yang mulia ini. Karena itu, engkau harus mengetahui makna tawaduk.
Tawaduk
mempunyai dua arti:
Pertama,
engkau tunduk dan menerima kebenaran dari siapa pun datangnya. Sebab, di antara
kita ada yang hanya mau menerima kebenaran dari orang yang lebih tua. Bila kebenaran itu datang dari orang yang
lebih mudaatau lebih rendah kedudukannya, ia tidak akan menerimanya. Sifat
tawaduk tidaklah demikian. Bila tawaduk, engkau mau menerima kebenaran dari
siapa pun, baik kaya maupun miskin, kalangan terhormat maupun rakyat jelata,
orangkuat maupun orang lemah, musuh maupun teman. Apakah engkau termasuk di
antara mereka? Maukah engkau menerima kebenaran dari siapa pun sumbernya?
Sebelum menjawab, pusatkan perhatian dan pikiranmu pada kata “siapa pun
sumbernya”.
MERENDAHKAN SAYAP
Kedua,
tawaduk berarti merendahkan sayap kepada manusia. Maksudnya, engkau ramah dan
lembut saat bergaul dengan orang lain, siapa pun dia. Entah pembantu, pelayan,
orang terhormat, orang biasa, orang rendahan, ataupunorang besar. Bisakah egkau
bergaul dengan semua orang secara lembut, santun, dan baik?
Sekali
lagi, tawadukmempunyai dua arti: pertama, tunduk dan menerima kebenaran dari
siapa pun sumbernya. Kedua, merendahkan sayap kepada manusia: bergaul dengan
mereka secara lembut dan baik.
Kukira
engkau orang yang tawaduk. Namun, relakah engkau dengan tawadukmu itu? Apakah
Tuhan meridai tawadukmu? Kalau begitu, berusahalah memahami kedua arti di atas
sebaik-baiknya. Lalu berupayalah untuk memperhatikannya. Allah bersamamu.
ASAL USUL DEFINISI DI
ATAS
Seperti
kita ketahui, kebalikan dari tawaduk adalah sombong. Nah, ketika mendefinisikan sifat sombong, Nabi Saw.berkata, “Sombong adalah menolak kebenaran dan
merendahkan manusia.” (HR. Muslim [hadis no. 261], al Tirmidzi [hadis no.
1999]). Menolak kebenaran artinya engkau tidak mau menerima kebenaran tersebut.
Dari sinilah kita memungut arti tawaduk yang pertama.
Merendahkan
manusia artinya engkau bersikap congkak kala menghadapi orang yang sederhana
dan miskin. Kauanggap dirimu mulia sehingga tidak mau menyapanya, tersenyum,
dan bercakap dengan mereka. (Merendahkan manusia juga berati menzalimi orang
lain dan tidak menunaikan hak mereka). Dari sinilah muncul arti tawaduk yang
kedua.
Bukankah
sudah sangat jelas bagimu? Kini engkau tahu, kebalikan dari tawaduk adalah sombong.
Ketahuilah pula bahwa engkau belum menjadi orang tawaduk jika engkau...
KEUTAMAAN TAWADUK
ORANG
YANG TAWADUK KEPADA ALLAH PASTI ALLAH MULIAKAN
Nabi
Saw. bersbda, “Orang yang tawaduk kepada
Allah, pasti Allah muliakan.” (HR. Muslim [hadis no. 6535], al Tirmidzi
[hadis no. 2029], Imam Ahmad [hadis 2/386]). Mahasuci Allah. Sebuah hadis yang
kaulihat betul-betul nyata dalam kehidupan kita. Engkau bisa melihat, semakin
tawaduk seseorang, ia semakin disukai. (Bila seseorang tawaduk kepada Allah,
Allah angkat kedudukan dan derajadnya).
Sebaliknya
juga benar. Manakala seseorang sombong, ia pasti di benci orang lain dan
kedudukanya jatuh di mata mereka. Tidakkah engkau ingin derajatmu diangkat oleh
Allah? Kedengarannya engkau berkata, “Ya.” Kalu begitu, engkau harus bersikap
tawaduk.
YA
ALLAH, SURGA YANG PALING TINGGI?
Nabi
Saw. bersabda, “Siapa yang tawaduk satu
derajat kepad Allah, Allah angkat ia satu derajat mencapai surga tertinggi.
Sebakinya, siapa yang sombong satu derajat kepada Allah, Allah rendahkan ia
satu derajat hingga mencapai neraka terbawah.” (HR. Imam Ahmad [hadis
3/76])
Betapa
tinggi kedudukan mukmin tawaduk yang selamat! Sebaliknya, betapa rendah
kedudukan orang sombong yang binasa! Tanyakan pada dirimu, berada di golongan mana engkau saat ini? Di mana
kedudukanmu? Apa pun jawabannya, bukankah engkau sependapat bahwa engkau
membutuhkan sikap tawaduk?
Kalau
begitu, apa lagi yang kautunggu?!
DENGAN PERINTAH
TERSEBUT, TAWADUKLAH!
Nabi
Saw. bersabda, “Allah mewahyukan kepadaku
agar kalian bersikap tawaduk sehingga seseorang tidak boleh berlaku congkak
atas orang lain dan tidak boleh berlaku aniaya.” (HR. Abu Daud [hadis no.
4895], Ibn Majah [hadis no. 4179])
Jika
engkau berkata sikap sombong kepada makhluk Allah dan menganiaya mereka,
sementara engkau tidak sukadengan perbuatanmu dan ingin memperbaiki diri, maka
harus bersikap tawaduk. Bukankah perintah diatas sudah cukup? Engkau sudah
mengetahui. Maka jagalah!
TANAH ADALAH JALAN TERDEKAT MENUJU LANGIT
Nabi saw.
bersabda, “ Allah Swt. Berfirman, ‘siapa yang tawaduk kepadaku seperti ini,
(lalu Nabi saw. menunjuk tanah dengan begian dalam telap tangannya dan
menjatuhkannya ke tanah. Sembari menjatuhkan tangannya ketanah, beliau
melanjutkan) maka, aku akan meninggikannya seperti ini” (Beliau membalikkan
telapak tangannya tinggi-tinggi menuju langit) (HR. Imam Ahmad [hadis 1/44]).
Maha suci Allah,
ketika engkau kian tawaduk kepada Allah dalam hidup bermasyarakat, pada waktu
itulah engkau kian dimuliakan oleh Allah. Perhatikan per perumpamaan diatas.
Perhatikan dua kata yang ada “tanah dan langit”.
Catatan penting:
Di antara sikap tawaduk tanah adalah kita berjalan di atasnya dengan kaki kita.
Karena itu, ia layak untuk dijadikan tempat sujud kening kita. Sungguh sebuah
keutamaan!
TIDAK MASUK SURGA? YA ALLAH, SELAMATKAN
Nabi Saw. bersabda, “Tidak masuk surga orang yang hatinya memendam kesombongan walau seberat atom.” (HR. Muslim [hadis no. 263], Abu Daud [hadis no. 4091])
Ada riwayat
lain: “Tidak masuk surga orang yang dalam hatinya terdapat kesombongan seberat
biji sawi.”
Sekarang
tanyakan pada dirimu, adakah di hatimu kesombongan seberat atom? Hadis ini
sangat penting.
Barangkali di
hari kiamat kelak engkau datang dengan membawa salat, puasa, zakat, haji, amalan
saleh, dan sebagainya. Akan tetapi, bila dirimu masih dikotori setetes
kesombongan, engkau tidak akan masuk surga. Karena itu, jangan menjadi hamba
yang rajin ibadah tetapi berakhlak buruk. Mulailah berubah!
APAKAH ENGKAU MAU MENYAINGI ALLAH?
Allah
Swt. berfirman dalam hadis qudis, “Kesombongan
adalah pakaian_Ku dan kemuliaan adalah jubah_Ku. Siapa yang mau menyaingi_Ku
dalam keduanya, pasti Aku siksa.” (HR. Imam Ahmad [hadis 2/414])
Tawaduklah
kepada Allah dan jangan engkau menyaingi kesombongan_Nya. Tidakkah engkau
menginginkan karunia surga? Tidakkah engkau takut kepada siksa neraka?
PERHATIKAN WASIAT
LUQMAN
Allah
Swt. befirman dalam wasiat Luqman kepada anaknya, “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (tusha’ir) dan
janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh..” (Q.S Luqman: 18).
Apakah makna dari kata tusha’ir (memalingkan)?
Ia
berasal dari kata shi’ir. Yaitu,
sejenis penyakit yang menimpa leher unta sehingga ia tdak bisa membalikkan
lehernya lagi. Ia pun berjalan dengan leher mendongkak ke atas.
Perhatikanlah
perumpamaan Al Qur’an yang sangat menarik tersebut. Kurasa saat ini engkau
sedang membanyangkan gambarannya seperti apa. Yang menjadi pertanyaan,
bagaimana kondisi lehermu?
BEBERAPA CONTOH YANG
LAYAK DITIRU
TAWADUK
ADALAH AKHLAK RASUL
Para
sahabat bercerita bahwa Rasul Saw. kala bersalaman tidak melepaskan tangannya
hingga orang yang disalami itu yang melepasnya. Beliau selalu menghadap dengan
seluruh tubuhnya. Beliau tidak memalingkan wajah darimu, sampai engkau sendiri
yang memalingkan wajah. Beliau selalu duduk di tempat duduk terakhir yang
tersisa. Beliau juga senantiasa riang ceria. Engkau tidak akan menemuinya
kecuali dalam kondisi tersenyum.
Ya
Allah. Betapa jauh perilaku kita dari perilaku beliau. Engkau bersalaman dengan
manusia secepat mungkin sambil berkata, “Aku sibuk.” Apakah engkau lebih sibuk
daripada Nabi Saw? apakah engkau bersalaman dengan orang dan menghadap kepada
mereka dengan seluruh tubuhmu? Atau, engkau berjabat tangan semantara hati dan
badanmu tertuju kearah lain tanpa melihatnya? Engakau ingin memimpin majelis
dan menjumpai manusia dengan wajah masam? Jika engkau bisa melakukan beberapa
hal seperti yang dilakukan Nabi Saw., berarti engkau orang yang tawaduk. Aku
tahu, di antara kalian ada yang baru melakukan satu darinya, ada yang dua, dan
ada pula yang...
Wahai
saudaraku, belajarlah dari sikap tawaduk yang ditunjukkan Nabimu.
Nabi
Saw. bersabda, “Allah memberikan pilihan
padaku: menjadi raja sekaligus nabi atau menjadi hamba sekaligus nabi. Maka,
aku memilih menjadi hamba sekaligus nabi.” (HR. Al Thabrani dalam al Mu’fo
jam al Kabir [hadis no. 12061])
Kami
rindu ingin bertemu dengan kekasih kami, Muhammad Saw. Apakah kalian juga
demikian?
BIASA-BIASA
SAJA
Lihatlah
bagaimana Nabi Saw. bersikap tawaduk ketika seseorang mendatangi beliau dengan
tubuh gemetar (ia mengira sedang bertemu dengan salah seorang raja). Melihat
hal itu, Nabi Saw. berkata, “Biasa-biasa
saja. Aku bukan raja. Aku hanyalah anak dari seorang wanita yang makan daging
kering di kota Mekah.” (HR. Ibn Majah [hadis no. 3312], al Hakim [hadis
2/466])
Pernahkah
seseorang datang menemuimu dalam kondisi takut lalu kaukatakan padanya, “Aku
anak seorang petani biasa.” Lihatlah sikap tawaduk Nabi Saw. Jangan sampai
engkau termasuk orang yang sombong kepada manusia dan mengambil kesempatan.
AKU
KHAWATIR ENGKAU TIDAK MEMAHAMI MAKSUDNYA
Beliau pernah menaiki
keledai (HR. Imam Ahmad [hadis 1/111]) padahal beliau mampu manaiki kuda. Hal itu beliau lakukan karena
tawaduk kepada Allah.
Saat
pendudukan Khaibar, Nabi Saw. kembali dari Khaibar sebagai pemenang yang berada
di atas kudanya sementara orang-orang menunggu beliau. Ketika sudah sampai,
beliau bertanya, “Mana bagal itu (sejenis keledai)?” beliau turun dari kudanya
dan menaiki binatang tersebut karena tawaduk kepada Allah.
Kuharap
engkau bisa memahami keterangan di atas secara benar. Aku tidak menceritakan
riwayat tersebut agar engkau hidup dalam kondisi sulit, sedih, dan menderita. Tidak,
demi Allah. Jika engkau memahami seperti itu, barangkali sampai ke bulan Mars
lebih mudah bagimu daripada tawaduk. Misalnya engkau memiliki sebuah mobil yang
kau pakai setiap hari untuk pergi menuju pekerjaanmu. Tetapi pada suatu hari
engkau menaiki angkutan umum karena tawaduk kepada Allah. Orang cerdas cukup
dengan isyarat.
WAHAI
GENERASI ABAD KE-21, BELAJARLAH...!
Berikut
ini sebuah kondisi yang manakjubkan. Perhatikan sejauh mana sikap tawaduk yang
diperlihatkan oleh Nabi Saw. diriwayatkan bahwa seorang budak wanita yang masih
belia memgang tangan Nabi Saw. Beliau membiarkan tangannya dipengan. Ketika
wanita itu pergi ke kota Madinah untuk membeli kebutuhannya, belaiu bersedia
menyertainya hingga kembali.
Sungguh
luar biasa. Adikmu berkata padamu, “Ayo, ikut aku membeli sesuatu.” Engkau menolaknya
dengan alasan... Wahai generasi abad ke-21, contohlah Nabimu. Jadilah orang
yang tawaduk! Jumlah orang yang melakukannya saat ini sudah sangat sedikit.
Apakah engkau termasuk di antara mereka?
OH
TUHAN, TUBUH NABI SAW. TERTUTUP TANAH
Perhatikah
sikap tawaduk Nabi Saw. saat perang Khandak. Di antara sahabat ada yang
menggali lubang dan ada yang memecahkan batu. Menggali lubang dan memecahkan
batu adalah pekerjaan yang relatif agak bersih. Lalu, apa yang engkau lakukan,
wahai Rasulullah Saw.? Apakah beliau hanya mengawasi? Apakah beliau menggali
lubang? Apakah beliau ikut memecahkan batu? Ternyata beliau membawa tanah
galian yang dalamnya tiga meter di atas pundaknya. Kata para sahabat, “Demi
Allah. Kami melihat tubuh Rasul Saw. tertutupi tanah.
Tampaknya
engaku terheran-heran dan bertanya, “Apakah mereka melihat tubuh Nabi?” Ya.
(Nabi bekerja dengan semangat). Namun perhatikan kondisi kita sekarang.
Kaulihat ia hanya mengawasi dan memantau tanpa berbuat apa-apa. Jauh berbeda
dengan Nabi Saw. Beliau memilih pekerjaan tersulit dan membawatanah di atas
pundaknya. Tunjukan kekuatanmu kepada Allah. Tunjukkan tawadukmu! Temuilah
ibumu dan berjanjilah kepadanya bahwa engkau akan mencuci piring, membersihkan
lantai, dan ... Tidakkah engakau ingin tawadukmu terwujud dalam praktik nyata?
SETELAH
INI TIDAK ADA ALASAN BAGIMU
Nabi
Saw. biasa membantu pekerjaan keluarga. Beliau menambal baju, menambal sandal,
memeras susu kambing, dan melayani dirinya. (HR. Imam Ahmad [hadis 6/167])
Sungguh
menakjubkan. Beliau adalah Nabi Saw. mengapa beliau melakukan itu semua? Jangan
heran. Begitulah sikap tawaduk. (Tidak masuk surga kecuali yang mengikuti Nabi
Saw.). belajarlah dari sikap tawaduk Rasul seluruh manusia ini.
Tampaknya
sekarang engkau gelisah. Seolah-olah kondisimu mengatakan, “Aku tidak mempunyai
alasan lagi.” Maka, dari sekarang engaku akan pergi kepasar dan sejak sekarang
engkau akan membantu keluarga. Perbaharuilah niatmu dan tirulah Nabimu yang
tawaduk itu!
CARILAH
SEBUAH KALUNG UNTUKMU! IA AKAN MENJADI SAKSI BAGIMU
Saat
pendudukan Khaibar, jumlah wanita yang ikut sekitar dua puluh orang. Di antara
mereka ada seorang gadis kecil. Nabi Saw. berkata paadanya, “Kemari. Naiklah di belakangku!” (Jaraknya
kira-kira 20 km). Di ceritakan bahwa saat nabi Saw. ingin istirahat, beliau
turun dari atas untanya lalu menderumkannya seraya berkata, “Ulurkan tanganmu!”
Beliau pun menurunkan gadis tersebut. Gadis itu kemudian bercerita, “Ketika
perang telah usai dan kaum muslim mendapat kemenangan, aku melihat Rasul Saw.
sedang membagi-bagikan berang rampasan perang. Beliau melihat kepada
orang-orang yang melihatku. Maka, beliau memanggilku, ‘Kemari!’ Aku segera
mendatanginya. Lalu beliau mengeluarkan sebuah kalung dan berkata, ‘Pakailah!’
Sebetulnya aku hendak mengambilnya dari Nabi Saw. untuk kupakai sendiri. Namun,
beliau menolak, ‘Tidak, biar aku yang memakaikan.’” (HR. Imam Ahmad [hadis 6/242]). Gadis itu melanjutkan, “Beliau mengalungkan
sendiri di leherku. Dan sejak saat itu demi Allah , kalung itu tidak pernah
terpisah dari leherku. Bahkan aku telah berpesan agar ia ikut dikubur bersamaku
sehingga pada hari kiamat nanti aku bisa menemui beliau dan berkata, ‘kalung
itu, ya Rasulullah.’”
Tampaknya
engkau mengeluarkan air mata karena terharu. Namun, perhatikan sikap tawaduk
yang diperlihatkan Nabi Saw. dalam bergaul dengan manusia. Bahkan dengan semua
manusia.
Yang
menjadi pertanyaan, apakah engkau juga bergaul dengan manusia dengan cara
seperti itu? Kurasa ucapan gadis itu sangat menyentuh hatimu.yaitu, ketika ia
berkata, “Bahkan aku telah berpesan agar
ia ikut dikubur bersamaku sehingga pada hari kiamat nanti aku bisa menemui
beliau dan berkata, ‘Kalung itu, ya Rasulullah.’” Sebuah perasaan yang
jujur yang sampai kepadamu darisekitar 1.400 tahun yang lalu.
Carilah
sebuah kalung untukmu! Lalu pada hari kiamat nanti engkau bisa menemui
Rasulullah seraya berkata, “Ya
Rasulullah, semenjak mendengarnya, alhamdulillah aku menjadi orang yang
tawaduk.”
TAWADUK
YANG MENGAGUMKAN
Tahukah
engakau bagaimana Nabi Saw. memasuki kota Mekah pada saat Fathul Mekah dan pada
saat memperoleh kemenangan? Beliau memasuki mekah dengan menundukkan kepala.
Diriwayatkan,
“Bahkan kami melihat kening Nabi
nenyentuh unta.” Ya Allah. Padahal sebelum itu, mereka telah menganiaya,
menyiksa, dan membunuh para sahabat, serta telah memerangi Rasul Saw.
Mahasuci
Allah. Sungguh sebuah sikap tawaduk yang mengagumkan. Siapa yang bisa melakukan
perbuatan semacam itu saat ini? Bisakah engkau membayangkan? Sebuah kemenangan
agung. Akan tetapi, ia dihadapi dengan sikap tawaduk yang lebih agung.
Rendahkan sayapmu, pasti Allah merahmatimu.
AKU
YANG MENGUMPULKAN KAYU BAKAR
Saat dalam
sebuah perjalanan, Nabi Saw. menyuruh memasak kambing. Salah seorang berkata,
“Biar aku yang menyembelihnya.” Yang lainnya berkata, “Aku yang mengulitinya.”
Yang lain berkata, “Aku yang memasaknya.” Nabi pun berkata, “Aku yang
mengumpulkan kayu bakar.” Mereka menjawab , “Biar kami saja yang bekerja.”
Mendengar hal itu, beliau berkata, “Aku tahu kalian akan melarangku. Tetapi aku
tidak suka diperlakukan istimewa. Sebab, Allah membenci seorang hamba yang
ingin tampak istimewa diantara sahabatnya,”
Nabi pun bangkit
dan mencari kayu bakar.
Ya
Allah, jadikanlah kami orang yang tawaduk dan cinta kepada Nabi-Mu, Muhammad
Saw. Ya Allah, tolong kami dan berikan taufik pada kami untuk bisa bersikap
tawaduk.
ANDAI
SAJA ENGKAU MELIHAT KONDISI KAMI, WAHAI ABU BAKAR
Berikut
ini beberapa contoh sikap tawaduk yang diperlihatkan oleh para sahabat. Yang
pertama Abu Bakar al-Shiddiq. Beliau membersihkan rumah seorang wanita tua,
padahal beliau siapa? Beliau khalifah Rasulullah. Beliau adalah seorang am al mu’minin.
Lalu
siapa engkau? Engkau tidak mau membersihkan rumah, tidak mau membantu ibumu,
dan tidak mau membantu istrimu. Seorang anak gadis berkata pada ibunya,
“Sekarang aku sibuk. Aku sudah kuliah, masa harus membersihkan rumah!” Di
rumahmu saja engkau tidak mau. Lalu, bagaimana akan membersihkan rumah seorang
wanita tua seperti yang dilakukan Abu Bakar?
Tidakkah
engkau malu? Di mana engkau, wahai Abu Bakar, agar engkau bisa melihat kondisi
kami?
PERTANYAAN
SULIT, NAMUN MUDAH DIJAWAB
Lihatlah
sikap tawaduk Abu Bakardalam kondisi berikut. Seseorang yang baru memeluk Islam menghampiri beliau dan memohon,
“Wahai khalifah Rasulullah, berikan sesuatu padaku.” Abu Bakar memberinya
sebidang tanah. Beliau berkata, “Temuilah Umar ibn al Khattab untuk meminta
saksi atasnya.” Umar menjawab, “Demi Allah, aku tidak akan menjadi saksi.
Kalian bisa mengambilnya ketika Islam dalam kondisi lemah. Sementara, sekarang
Islam dalam kondisi kuat.” Lalu Umar mengambil kertas itu dan merobeknya. Orang
tersebut segera mendatangi Abu Bakar dan bertanya, “Demi Allah. Aku tidak tahu,
siapa diantara kalian yang menjadi khalifah: engakau atau Umar?” Abu Bakar r.a
menjawab, “Dia, insya Allah.”
Bayangkan
seandainya engakau berposisi sebagai Abu Bakar, apa yang akan kaulakukan?
Alhamdulillah, engkau tidak menempati posisinya. Namun, bisakah engkau belajar
dari sikapnya? Bisakah engkau menjadi orang tawaduk?
SEMOGA
SAJA AKU HANYA SEHELAI RAMBUT DI HATI ABU BAKAR
Berikut
ini kuketengahkan sebuah contoh dari Faruq
al Ummah (Umar ibn al Khattab). Di dalamnya umar mengajari kita sikap
tawaduk. Hanya saja, sebelum aku menerangkan, ingatlah pada sosok Umar dan
kekuatan Umar. Jangan lupa terhadap sikap tawaduk beliau yang pernah mengucap
kalimat ini, “Semoga saja aku hanya sehelai rambut di hati Abu Bakar.”
Ukur
dirimu dengan kalimat itu! Lalu katakanlah, “Betapa aku masih jauh dari sikap
tawaduk!”
WAHAI
AHNAF, MARI BANTU AMIR AL MU’MININ MEMBERSIHKAN UNTA SEDEKAH
Sebuah
delegasi dari Irak mendatangi Amir al
Muminin, Umar ibn al Khattab. Mereka dipompin oeleh al Ahnaf ibn Qais,
salah seorang pemimpin irak. Begitu sampai, mereka melihat Umar sedang
membersihkan seekor unta. Umar berkata, “Wahai Ahnaf, mari bantu Amir al Muminin membersihkan unta
sedekah.” Salah seorang dari mereka bartanya, “Semoga Allah merahmatimu, wahai Amir al Muminin. Mangapa engkau tidak
menyuruh salah seorang hamba sahayamu membersihkan unta ini.” Umar mejawab,
“Adakah yang lebih hamba dariku. Lalu siapa al Ahnaf ibn Qais? Bukankah ia
orang yang diserahi urusan kaum muslim? Kedudukannya terhadap mereka sama
sepertihamba terhadap majikan.”
Ya
Allah. Umar inm al Khattab membersihkan sendiri unta itu. Mengapa demikian?! Amir al Muminin membersihkan unta?!
Seolah-olah kita sedang membaca kisah fiktif. Akan tetapi, tawaduk memang bisa
lebih daripada itu. Apakah engkau meragukan ucapan ini?! Cobalah, pasti engkau
akan yakin.
AKU
HANYA SALAH SEORANG DARI KAUM MUSLIM
Sebuah
sikap tawaduk yang mengagumkan ditunjukkan oleh Sayyidina Ali ibn Abi Thalib. Beliau
mempunyai istri lain sesudah Fatimah meninggal. Saat itu beliau sedang duduk
bersama putranya dari istri kedua. Namanya Muhammad ibn al Hanafiyyah. Muhammad
bertanya kepada sang ayah, “Wahai ayah, siapa muslim terbaik sesudah
Rasulullah?” Ali menjawab, “Abu Bakar al Siddiq.” Ia bertanya lagi, “Lalu
siapa?” Ali menjawab, “Umar ibn al Khattab.” Setelah itu Muhammad berpikir,
“Aku khawatir kalau bertanya, ‘selanjutnya siapa?’ beliau akan menjawab,
‘Usman.’ Maka kukatakan secara langsung, ‘Kemudaian Eangkau.’” Ali menjawab,
“Aku hanya salah seorang dari kaum muslim.”
Kedengarannya
dirimu berkata, “Itu memang harus dikatakannya. Setiap kita pasti melakukan hal
yang sama. Sudah bisa manakala ada orang memuji kita, jawabnya mesti begitu.”
Namun kukatakan padamu bahwa tawaduknya kalbu tidak sama dengan tawaduknya
lisan.
Bukankah
engkau sependapat?
ENGKAU
LEBIH BAIK DARIPADA DIRIKU DAN IBUMU LEBIH BAIK DARIPADA IBUKU
Ada
sedikit perselisihan antara Muhammad ibn al Hanafiyyah dan al Husain ibn Ali.
(Mereka dua bersaudara dari ayah yang sama. Yaitu, Sayyidina Ali). Ketika
perselisihan tersebut berkepanjangan, Muhammad ibn al Hanafiyyah mengirim
sepucuk surat kepada al Husain. Simaklah
isi surat itu: “Wahai saudaraku, perselisihan di antara kita sudah berlangsung
lama. Engkau lebih baik daripada diriku dan ibumu lebihbaik daripada ibuku.
Sementara Raulullah Saw. berkata, ‘Orang terbaik di antara mereka adalah yang
memulai memberi salam.’ (HR. Bukhari [hadis no. 6077], Muslim [hadis no.
6478]). Aku khawatir apabila aku yang
memulai memberi salam, aku lebih baik daripada dirimu. Karena itu, hendaknya
engkau yang memulai memberi salam kepadaku.”
Sungguh
menakjubkan. Ucapan ini tidak keluar kecuali dari orang yang tawaduk.
Demi
Allah. Cobalah berusaha menjadi orang yang tawaduk lalu konsistenlah! (Siap
yang mencari kebaikan, pasti diberi). Ayo, cari tawaduk dalam setiap
kehidupanmu.
KALBU-KALBU
TAWADUK
Berikut
ini kusodorkan sebuah contoh. Jadikan ia sebagai penjimu dalam membaca ayat, “Hendaknya dalam hal itu mereka
berlomba-lomba.” (Q.S al Muthaffifin: 26). Suatu hari, Zaid ibn Tsabit mengenddrai untanya.
Lalu datanglah Abdullah ibn Abbas. Ia m tali kekang unta seraya berkata,
“Beginilah kami disuruh melakukan para ulama.” Sebaliknya, Zaid ibn Tsabit
segera turun dari untanya dan mencium tangan Abdullah ibn Abbas. Zaid berkat,
“Beginilah kami disuruh memperlakukan keluarga Nabi Saw.”
Zaid
ibn Tsbit adalah sahabat yang menghimpun Al Qur’an, sementara Abdullah ibn
Abbas adalah seorang sehabat yang digelari “tinta umat”. Subhanallah! Beragam cara mereka mengekpresikan sikap tawaduk,
sedangkan engkau masih ...!
Mari,
ambil contoh di atas dengan sungguh-sungguh. Belajarlah bagaimana bersikap
tawaduk!
SIAPA
YANG MENGENAL DIRINYA, PASTI TAWADUK KEPADA ALLAH
Imam
Safi’i menuturkan, “Kami meminum air zam-zam dengan niat mendapatkan ilmu,
sehingga kami mendapatkannya. Andaikan kami meminumnya dengan niat mendapatkan
ketakwaan pasti lebih baik.”
Tahukah
engkau siapa yang mengucapkan pernyataan diatas? Ia adalah Imam Syafi’i. Ya
Allah, Imam Syafi’i mengucapkan hal itu? Lalu apa yang kauucapkan?
Ya.
Siapa yang mengenal dirinya pasti tawaduk kepada Allah.
BUKANKAH
SUDAH WAKTUNYA BAGIMU UNTUK MENGENAL DIRIMU?
Mari
melihat sikap tawaduk yang ditunjukkan oleh Imam Syafi’i. Dengarkan
perkataannya:
Aku mencintai
orang saleh, sementara aku bukan golongan mereka, semoga lewat mereka aku
memperoleh syafaat dan aku benci kepada orang berbisnis maksiat. Meskipun kami
mempunyai degangan yang sama.
Jangan
heran! Ia telah mengenal dirinya. Bukankah sudah tiba waktunya bagimu mengenal
dirimu?
JANGAN
KAU TINGGIKAN HARGAMU
Kita
masih bersama sikap tawaduk yang diajarkan oleh Imam Syafi’i, “Jangan
kautinggikan hargamu, pasti Allah mengembalikanmu pada nilaimu. Tidakkah
kaulihat orang yang menundukkan kepalanya ke bawah atap, pasti atap itu
melindunginya. Sementara siapa yang meninggikan kepalanya, pasti atap itu
melukainya,”
Sungguh
kata-kata yang mendalam. Berkesan di akal, menebus jiwa, dan mencapai kalbu.
Selamat bagimu. Sekarang engkau akan membaca dengan kalbu.
JALAN MENUJU
TAWADUK
TAWADUK
DALAM BERPAKAIAN
Berikut
ini berbagai contoh tawaduk dalam kehidupan kita. Kita mulai saja dengan
tawaduk dalam berpakaian, satu ketika
seseorang mendatangi Nabi Saw., “Ya Rasulullah, aku senang memakai pakaian yang
bagus dan sandal yang bagus. Apakah termasuk sombong?” beliau menjawab, “Tidak.
Allah Maha Indah. Dia senang pada keindahan.” (HR. Muslim [hadis no. 261],
al Tirmidzi [hadis no. 1999])
Ada
yang menduga bahwa pengertian tawaduk dalam berpakaian adalah memakai pakaian
yang paling jelak. Jangan sampai engkau memberi kesan kepada manusiabahwa orang
yang taat beragama tidak mempunyai cita rasa dalam berpakaian. Pakaiannya tidak
bagus. Akan tetapi, pakailah pakaian yang paling bagus dan paling indah. Sebab,
begitulah seharusnya penampilanmu. Hanya saja, jangan sombong dan angkuh.
Tujuannya adalah agar manusia berkata, “Orang yang taat, pakaiannya paling
bagus dan paling baik.”
Jangan sampai
engkau melakukannnya
Nabi
Saw. bersabda, “Ketika seseorang berjalan
secara sombong karena pakaiannya, Allah benamkan ia ke dalam bumi. Ia terus
terbenam didalamnya hingga hari kiamant.” (HR. Muslim [hadis no 5434], Imam
Ahmad [hadis 2/492])
Maka,
pesan untuk semua wanita, “Tawaduklah dalam berpakaian! Jangan sampai
engkau...” Demikian pula para pemuda. Tidakkah engkau takut dibenamkan kedalam
bumi?
Tawaduklah
kepada Allah. Ingat, siapa yang bersikap tawaduk, pasti Allah muliakan.
Pakaian Iman
Yang mana yang kauinginkan?
Nabi Saw.
bersabda, “Siapa yang meninggalkan sebuah pakaian karena tawaduk kepada Allah
padahal ia mampu memakainya, Allah akan memanggilnya pada hari kiamat di
hadapan para makhluk hingga ia diberi pilihan, pakaian iman manakah yang ingin
ia pakai.”
(HR. Al Tirmidzi [hadis no. 2481], Imam Ahmad [hadis 3/439])
Pahamilah,
semoga Allah memberimu petunjuk. Ungkapan di atas tidak bertentangan dengan
keterangan sebelumnya seperti yang kaukira.
Engkau mengenal dirimu daripada siapa pun juga. Misalnya, engkau bisa
memakai pakaian yang sederhana, biasa, dan tidak mahal namun tetap bagus. Hanya
saja, ia tidak seperti yang biasa kaupakai. Tentu saja itu kaulakukan dengan
niat tawaduk kepada Allah.
Perhatikan
kembali ungkapan berikut dan pahamilah maknanya secara baik; “Padahal ia mampu
memakainya.”
TAWADUK
KEPADA PEMBANTU
Nabi Saw.
bersabda, “Ada saudara-saudara kalian yang Allah tempatkan di bawah kekuasaan
kalian. Beri mereka makan dari apa yang kaumakan, beri mereka pakaian dari apa
yang kaupakai, beri mereka tugas yang mampu mereka lakukan. Jika kaubebani mereka
dengan sesuatu yang tidak mampu mereka lakukan, bentulah mereka.” (HR. Bukhari
[hadis no. 30 dan no. 2545], Muslim [hadis no. 4289], Ibn Majah [hadis no.
3690], dan Imam Ahmad [hadis 5/158])
Nabi Saw. juga
bersabda, “Jika pembentu kalian membawakan makanan kepada kalian, dudukkan ia
bersama kalian. Jika tidak, berikan padanya satu atau dua suap, satu atau dua
kali makan.”
(HR. Imam Ahmad [hadis 1/446])
Sepertinya
engkau berkata, “Sulit sekali. Ini sangat berat bagi kita.” Apakah kata
“saudara-saudara kalian” tidak menggugah hatimu?! Aku khawatir kalian menialai
mereka sebagai budak.
Sebagai
contoh; Seorang istri berkata kepada pembantunya, “Kta harus membersihkan
seluruh ruangan rumah.” Maka, sang pembantu segera membersihkannya. Ia
melakukan pekerjaan tersebut sepanjang hari dan merasa sangat penat. Tetapi
sesudah itu ia masih diberi pekerjaan lain yang tak mampu ia lakukan... Ada
pula wanita yang tidak senang kalau pembantunya melakukan sebuah kesalahan. Ia
langsung emosi kepadanya. Bahkan, ...
Demi
Allah, mereka adalah saudara kalian yang Allah tempatkan di bawah kekuasaan
kalian. Karena itu, berendah hatilah terhadap pembantu!
TAWADUK
DALAM MEMBANGUN RUMAH
Sayyidina
Ali ibn Abi Thalib r.a. berkata, “Aku menikah dengan putri Nabi Saw., Fatimah.
Aku pun tinggal bersamanya. Demi Allah, ketika kami menikah, di rumah kami
hanya ada sebuah kuli domba yang terhampar di atas tanah dan sebuah bantal
berisi sabut.”
Kami
tidak mengetengahkan ucapan beliau untuk dijadikan sebagai perbandingan atau
perumpamaan. Sebab, rumah Sayyidina Ali selanjutnya berkembang. Allah berikan
kelapangan padanya dan Allah sempurnakan rumahnya. Kami juga tidak
mengetengahkan ucapan beliau agar kalian kikir terhadap diri sendiri. Namun
maksudnya agar kita tidak banyak menuntut.
Contoh
kasus; Ada sebuah pernikahan yang gagal karena membendingkan dengan kondisi
keluarga lain.
Kuharap
engkau tidak memahami ucapan di atas mentah-mentah. Pahamilah maksudnya!
Siapkan rumahmu sesuai dengan bentuk yang kausukai. Tetapi, jangan berlebihan.
Kalau bisa tawaduklah dalam membangun rumah.
TAWADUK
KEPADA KELUARGA DEKAT, TERUTAMA...
Tawaduklah
kepada keluarga dekat, terutama kepada mereka yang miskin. Sekarang cobalah
merenung! Mulai berbuat baik pada mereka, menanyakan kondisi mereka,
mengunjungi mereka, dan memberikan bantuan dalam bentuk apa pun kepada mereka.
Jangan
sampai engkau hanya bisa berbuat baik kepada keluarga dekat yang kaya. Tidakkah
engkau takut kepada Allah? Apakah engkau tidak mau mengunjungi mereka hanya
karena mereka miskin? Mana Akhlak tawaduk yang kaupelajari?
TAWADUK
KEPADA ORANG YANG STATUS SOSIAL DAN PENDIDIKANNYA DI BAWAH KITA
Tawaduklah
kepada mereka yang berada di bawahmu. Jangan engkau melihat manusia dengan
sikap merendahkan. Jangan sekali-kali berkata, “Aku anak Fulan al-Fulani...”
Jangan
mengangkat-angkat ilmu dan pengetahuanmu. Tawaduklah kepada Allah. Jika tidak,...
TAWADUK
TERHADAP GURU
Tawaduklah
terhadap gurumu. Jangan sekali-kali engkau mengejek gurumu dan lebih perhatian
pada perjalanan hidup guru lain.
Belajarlah
bersikap tawaduk dari anak-anak khalifah. Mereka membawakan sepatu guru mereka.
Sepertinya engkau berkata, “Engkau tidak mengenal guru kami sih.”
Wahai
saudaraku, pertama-tama tawaduklah kepada Allah dan berinteraksilah secara baik
denganNya. Tuluskan niatmu!
TAWADUK
TERHADAP MURID
Yang
kami maksudkan dengan ilmu di sini adalah dakwah kepada Allah. Wahai yang
menyeru manusia kepada Allah, tawaduklah! Wahai para juru dakwah, jangan
menertawakan, mengolok-olok, dan mencela orang yang berbuat salah.
Nanti
engkau akan menyesal. Dengan tindakan seperti itu, engakau membuat manusia
benci kepada agama. Tawaduklah! Semoga Allah memberikan petunjuk padamu. Demi
Allah, sikap tawaduk membuat manusia suka kepada agama Allah.
TAWADUK
TERHADAP KEDUA ORANG TUA
Allah
Swt. berfirman. “Dan rendahkanlah dirimu
terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai
Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua Telah mendidik
Aku waktu kecil". (Q.S Al Israa': 24). Yakni apabila keduanya masih
hidup.
Namun,
apabila keduanya telah wafat, mintakan ampunan untuk mereka, lakukan amal saleh
untuk memberatkan timbangan amal mereka, dan berbuat baiklah kepada teman
mereka.
Contoh
praktis; Engkau bisa berkata, “Sebenarnya aku ingin mempraktikkan sikap tawaduk
kepada orang tua. Hanya saja aku tidak tahu ...” engkau harus mencium tangan
ayah ibumu.
Apakah
engkau bisa mencium tangan ayah ibumu di hadapan orang-orang, kerabat, dan para
tamu? Apabila engkau ingin belajar bersikap tawaduk, ciumlah tangan orang tua
selama sebulan. Pasti engkau merasa dirimu telah berubah.
Sepertinya
engkau bergumam, “Aku bisa mencium tangan ibuku. Tetapi jika kepada ayah, aku
tidak bisa.”
Kalau
begitu, kunasehatkan agar engkau memulainya dari ayahmu. Ketika kondisinya
sangat sulit, ketahuilah bahwa memang demikian maksud dari tawaduk.
JANGAN
MENGUNGKIT-UNGKIT, LALU MENYANGKA TELAH BERBUAT BANYAK
Sikap
tawaduk yang paling indah adalah merendah dan tawaduk di hadapan Allah Swt.
Jangan
mengungkit-ungkit salat, qiyamullail, puasa, atau hijab yang kaukenakan.
Ketahuilah bahwa, “Sekiranya bukan Karena
karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu, tentulah segolongan dari mereka
berkeinginan keras untuk menyesatkanmu. tetapi mereka tidak menyesatkan
melainkan dirinya sendiri, dan mereka tidak dapat membahayakanmu sedikitpun
kepadamu. dan (juga karena) Allah Telah menurunkan Kitab dan hikmah kepadamu,
dan Telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui. dan adalah karunia
Allah sangat besar atasmu. ”(Q.S AN Nisa: 113)
Karunia
Allah kepadamu sangat besar. Tawaduklah di hadapan Tuhan. Jangan engkau merasa
berjasa padaNya. Sebab itu akan membuat binasa.
TETAPI,
BAGAIMANA CARA BERSIKAP TAWADUK?
Apa
yang harus kulakukan agar menjadi orang yang tawaduk?
Yaitu,
agar tawaduk menjadi akhlakku yang mendasar?
Inilah
sebuah keinginan yang baik. Berarti, engkau tidak sedang membeca, tetapi
membeca untuk memahami, mengamalkan, dan mengajarkan...
Sangkaanku
padamu sangat layak. Kukira engkau dalam kondisi baik. Aku tidak mengada-ngada.
PERTAMA,
KENALI TUHANMU
Di
antara faktor yang bisa membantu untuk bersikap tawaduk adalah engkau mengenali
Tuhanmu, menyaksikan keagungan dalam semua ciptaanNya, serta mengetahui bahwa
Tuhanmu Mahakuasa dan bahwa nikmatNya tidak terhingga. Juga sadari kekayaanNya
lewat kepapamu, kekuatanNya lewat kelemahanmu, dan keilmuaanNya lewat
kehinaanmu.
Ketika
itulah engakau akan mengenal siapa dirimu sebenarnya, wahai orang yang malang.
Tawaduklah kepada Zat yang mengatur segala urusan, Pencipta langit dan bumi.
KEDUA,
LATIHAN PRAKTIS
Setelah
mengenal Tuhanmu, mari praktikkan apa yang kaubaca dalam kenyataan. Jangan
engkau membaca hanya untuk hiburan. Tetapi, bacalah untuk memahami dan
mengamalkan. Mulailah dari sekarang. Sesekali, makanlah bersama para pegawai
biasa dan makanlah bersama pembantu. Bersihkan rumahmu, cuci piring-piring yang
kotor, dan katakan, “Hari ini aku bertanggung jawab atas pekerjaan rumah.”
Ciumlah
tangan ayah ibumu. Datangi kerabat-kerabatmu yang miskin. Kunjungi dan tanyakan
kondisi mereka. Jangan engkau mengolok-olok siapa pun. Cobalah suatu hari
engkau menaiki angkutan umum sebagai ganti dari mobilmu. Keluarlah dengan
pakaian yang bagus dan rapi, tetapi tetap tawaduk diukur dengan pakaianmu.
Bawakan tas tetangga yang berat dan antarkan kerumah. Jangan senang dengan
pujian orang. Jangan marah pada orang yang berbuat jahat kepadmu. Sayangilah
orang-orang yang status sosialnya berada di bawahmu. Salami penjaga pintu.
Lalu, tanyakan kesehatannya berikut kondisi anak-anaknya. Dan seterusnya.
Sebagai
kesimpulan, cara terbaik agar tawaduk bisa menjadi akhlakmu adalah mencari hal
tersulit bagimu. Yaitu, yang dirimu tidak suka melakukannya. Namun, lakukanlah!
Dengan begitu, tawaduk bagimuakan menjadi ibarat air dan udara. Engkau tidak
bisa hidup tanpa keduanya.
BAGAI MANA ANDA
TAHU BAHWA DIRIMU TELAH TAWADUK?
Apabila
ingin mengetahui, apakah dirimu telah menjadi orang tawadukatau tidak, engkau
harus melakukan cara praktis berikut ini;
Suruhlah
salah seorang teman, tetangga, anak, atau kerabatmu (yang penting orang yang
kaupercaya) untuk bertanya kepada pembantu, teman, kerabatmu yang miskin, ayah
ibumu, dan siapa saja yang berhubungan denganmu, apa pendapat mereka tentang
dirimu.
Dari
sini, engkau akan mengetahui apakah engkau telah menjadi orang tawaduk atau
tidak. Ingat, mereka akan berkata apa adanya tentangmu.
BERIKUT
PERINGATAN! SEBAB, PERINGATAN TERSEBUT BERMANFAAT BAGI ORANG-ORANG MUKMIN
Bukalah
kalbu kalian, perbaharui niat kalian, dan terimalah hadiah dariku ini:
Nabi
Saw. adalah orang yang paling tawaduk, paling jauh dari sifat sombong. Beliau
melarang orang berdiri menghormat kepadanya sebagaimana yang dilakukan kepada
para raja. Beliau juga biasa mengunjungi orang miskin, duduk dengan kalangan
fakir, menjawab panggilan budak sekaligus memosisikannya sebagai salah satu
sahabat beliau. Selain itu, beliau menambal sandal, menjahid pakaian, bekerja
dengan tangan sebagaimana kalian bekerja di rumah, dan beliau pun manusia
biasa. Beliau membersihkan baju, memerah kambing, melayani dirinya sendiri,
tidak membiarkan seseorang berjalan di belakngnya, tidak mengistimewakan
dirinya atas hamba dan sahaya dalam hal makanan dan pakaian, membantu orang
yang melayaninya, tidak pernah berkata kasar kepada pembantu, tidak pernah
mencela ketika pembantu tadi mengerjakan atau meninggalkan sesuatu, sangat
menyayangi orang miskin, begaul dan ikut menghadiri jenazah mereka, serta tidak
pernah menghina seseorang karena kefakirannya.
Jika
engkau ingin membalas hadiahku, jadilah orang yang tawaduk (Itulah hadiahku).
Ingat,
“Tidak akan masuk surga orang yang di hatinya terdapat kesombongan walaupun
seberat atom.”
Ya Allah, karuniakan sikap tawaduk kepada kami.
Ya Allah, buat kami menyukai sikap tawaduk.
Ya Allah, kami berlindung kepadaMu dari sifat
sombong.
Ya Allah, buat kami benci kepada sifat sombong.
Ya Allah, buat kami agar bisa berzikir, bersyukur,
dan beribadah dengan baik kepadaMU. ...Aamiin.
Setelah
membaca pembahasan tawaduk ini, engkau harus berinteraksi dengannya,
mengamalkannya dengan baik dan semoga engkau menjadi seorang yang tawaduk dalam kehidupan. Dari sana,
engkau akan menemukan banyak kebaikan. Selanjutnya, jangan lupa untuk mendoakan
kami.
Sumber:
Al Qur’an
Hadis
Muhammad Khalid,
Amrul. (2002). Indah Dan Mulia Panduan
Sederhana Menjadi Pribadi Bijaksana. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta