Senin, 23 November 2015

TAWADUK

ISLAM INDAH DAN MULIA
Seorang lelaki menemui Rasulullah Saw. dan bertanya, “Ya Rasulullah, apakah agama itu?” Rasulullah menjawab, “Akhlak yang baik.” Kemudian ia mendatangi Nabi dari sebelah kanan dan bertanya, “Ya Rasulullah, apakah agama itu?” Nabi menjawab, “Akhlak yang baik.” Kemudian ia menghampiri Nabi dari sisi kiri, “Apakah agama itu?” Dia bersabda, “Akhlak yang baik.” Kemudian ia mendatanginya dari belakang dan bertanya, “Apa agama itu?” Rasulullah menoleh kepadanya dan bersabda, “Belum jugakah engkau mengerti? Agama itu akhlak yang baik.” (al Targhib wa al Tarhib, 3: 405)
Nabi Saw. bersabda, “Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia.” (HR. Imam Malik [hadis no. 1723])
Allah Swt. berfirman, “Kami tidak mengutusmu (wahai Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi alam semesta.” (Q.S. Al Anbiya: 107)
Allah Swt. berfirman,Wahai Tuhan kami, utuslah kepada mereka seorang rasul dari kalangan mereka yang membacakan ayat-ayatMu pada mereka, mengajarkan kitab Al Qur’an dam Al Hikmah (Al Sunnah) kepada mereka sertamenyucikan mereka.”(Q.S Al Baqarah: 129).
Allah Swt.berfirman,Sebagaimana kami telah menyempurnakan nikmat kami pada kalian, kami telah mengutus kepada kalian seorang Rasul dari kalangan kalian yang membacakan ayat-ayat kami kepada kalian, menyucikan kalian, mengajarkan kitab suci dan hikmah (As Sunnah) kepada kalian.”(Q.S Al Baqarah: 151).
Nabi Saw. bersabda, “Tidaka ada yang lebih berat dalam timbangan manusia di hari kiamat daripada akhlak yang baik.” (HR. Abu Daud [hadis no. 4799], At Tirmidzi [hadis no.2003]).
Nabi Saw. bersabda, “Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya,” (HR. Abu Daud [hadis no. 4682], Imam Ahmad [hadis 2/250]).
Nabi Saw. juga bersabda, “Orang yang paling baik Islamnya adalah yang paling baiak akhlaknya.” (HR. Imam Ahmad dalam Musnadnya [hadis 5/99]).
Nabi Saw. bersabda, “Orang yang paling kucintai dan yang paling dekat  denganku di  hari kiamat adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR. Al Tirmidzi [hadis no. 2018], Ahmad [hadis 2/217])
Nabi Saw. bersabda, “Yanga paling banyak memasukan manusia ke dalam surga adalah takwa kepada Allah dan akhlak yang baik.” (HR. Al Tirmidzi [hadis no. 2004], Ibnu Majah [hadis no. 4246])
Ada sebuah cerita menarik: Suatu utusan datang kepada Nabi Saw. Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, siapa hamba yang paling dicintai Allah?” Beliau menjawab, “Yang paling baik akhlaknya.” (HR. Imam Ahmad dalam Musnadny [hadis 4/278], Ibnu Majah [hadis 3436])
Nabi Saw. bertanya, “Maukah kalian kuberitahu tentang orang yang paling kucintai?” “Tentu, wahai Rasulullah,” jawab mereka. Beliau kembali bertanya, “Maukah kalian kuberitahu tentang orang yang paling kucintai?”  “Tentu, wahai Rasulullah,” jawab mereka lagi. Lalu beliau menegaskan, “Orang yang paling baik akhlaknya.” (HR. Imam Ahmad [hadis 2/185], dan [hadis 2/217])
“Dengan akhlak yang baik, seorang mukmin akan mencapai derajat yang berpuasa dan qiyamullail.” (HR. Abu Daud [hadis no.4798], Imam Ahmad dalam Musnadnya [hadis 6/94)
Nabi Saw. bersabda, “Ilmu bisa diperoleh lewat belajar, sifat santun bisa diperoleh lewat upaya untuk selalu bersikap santun, dan sabar bisa diperoleh lewat usaha untuk bersabar.” (HR. Bukhari dalam Fath Al bari [hadis 1/161]).
Allah Swt. berfirman, “Sungguh pada diri Rasulullah terdapat teladan yang baik bagi kalian.” (Q.S Al Ahzab: 21)
Ayat Al Qur’an dan Hadis di atas menunjukan batapa pentingnya akhlak tersebut dalam membangun keperibadian Islam.

TAWADUK

TUNDUK DAN MENERIMA KEBENARAN DARI SIAPAPUN
Kala engkau mendengar bahwa seseorang bersifat tawaduk, apa yang kaurasakan? Apayang terlintas dalam benakmu? Engakau tidak bisa mengungkapkan isi hatimu dalam mengomentari akhlak yang mulia ini. Karena itu, engkau harus mengetahui makna tawaduk.

Tawaduk mempunyai dua arti:
Pertama, engkau tunduk dan menerima kebenaran dari siapa pun datangnya. Sebab, di antara kita ada yang hanya mau menerima kebenaran dari orang yang lebih tua.  Bila kebenaran itu datang dari orang yang lebih mudaatau lebih rendah kedudukannya, ia tidak akan menerimanya. Sifat tawaduk tidaklah demikian. Bila tawaduk, engkau mau menerima kebenaran dari siapa pun, baik kaya maupun miskin, kalangan terhormat maupun rakyat jelata, orangkuat maupun orang lemah, musuh maupun teman. Apakah engkau termasuk di antara mereka? Maukah engkau menerima kebenaran dari siapa pun sumbernya? Sebelum menjawab, pusatkan perhatian dan pikiranmu pada kata “siapa pun sumbernya”.

MERENDAHKAN SAYAP

Kedua, tawaduk berarti merendahkan sayap kepada manusia. Maksudnya, engkau ramah dan lembut saat bergaul dengan orang lain, siapa pun dia. Entah pembantu, pelayan, orang terhormat, orang biasa, orang rendahan, ataupunorang besar. Bisakah egkau bergaul dengan semua orang secara lembut, santun, dan baik?

Sekali lagi, tawadukmempunyai dua arti: pertama, tunduk dan menerima kebenaran dari siapa pun sumbernya. Kedua, merendahkan sayap kepada manusia: bergaul dengan mereka secara lembut dan baik.
Kukira engkau orang yang tawaduk. Namun, relakah engkau dengan tawadukmu itu? Apakah Tuhan meridai tawadukmu? Kalau begitu, berusahalah memahami kedua arti di atas sebaik-baiknya. Lalu berupayalah untuk memperhatikannya. Allah bersamamu.

ASAL USUL DEFINISI DI ATAS

Seperti kita ketahui, kebalikan dari tawaduk adalah sombong. Nah, ketika mendefinisikan sifat sombong, Nabi Saw.berkata, “Sombong adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia.” (HR. Muslim [hadis no. 261], al Tirmidzi [hadis no. 1999]). Menolak kebenaran artinya engkau tidak mau menerima kebenaran tersebut. Dari sinilah kita memungut arti tawaduk yang pertama.
Merendahkan manusia artinya engkau bersikap congkak kala menghadapi orang yang sederhana dan miskin. Kauanggap dirimu mulia sehingga tidak mau menyapanya, tersenyum, dan bercakap dengan mereka. (Merendahkan manusia juga berati menzalimi orang lain dan tidak menunaikan hak mereka). Dari sinilah muncul arti tawaduk yang kedua.

Bukankah sudah sangat jelas bagimu? Kini engkau tahu, kebalikan dari tawaduk adalah sombong. Ketahuilah pula bahwa engkau belum menjadi orang tawaduk jika engkau...

KEUTAMAAN TAWADUK

ORANG YANG TAWADUK KEPADA ALLAH PASTI ALLAH MULIAKAN

Nabi Saw. bersbda, “Orang yang tawaduk kepada Allah, pasti Allah muliakan.” (HR. Muslim [hadis no. 6535], al Tirmidzi [hadis no. 2029], Imam Ahmad [hadis 2/386]). Mahasuci Allah. Sebuah hadis yang kaulihat betul-betul nyata dalam kehidupan kita. Engkau bisa melihat, semakin tawaduk seseorang, ia semakin disukai. (Bila seseorang tawaduk kepada Allah, Allah angkat kedudukan dan derajadnya).
Sebaliknya juga benar. Manakala seseorang sombong, ia pasti di benci orang lain dan kedudukanya jatuh di mata mereka. Tidakkah engkau ingin derajatmu diangkat oleh Allah? Kedengarannya engkau berkata, “Ya.” Kalu begitu, engkau harus bersikap tawaduk.

YA ALLAH, SURGA YANG PALING TINGGI?

Nabi Saw. bersabda, “Siapa yang tawaduk satu derajat kepad Allah, Allah angkat ia satu derajat mencapai surga tertinggi. Sebakinya, siapa yang sombong satu derajat kepada Allah, Allah rendahkan ia satu derajat hingga mencapai neraka terbawah.” (HR. Imam Ahmad [hadis 3/76])

Betapa tinggi kedudukan mukmin tawaduk yang selamat! Sebaliknya, betapa rendah kedudukan orang sombong yang binasa! Tanyakan pada dirimu, berada di  golongan mana engkau saat ini? Di mana kedudukanmu? Apa pun jawabannya, bukankah engkau sependapat bahwa engkau membutuhkan sikap tawaduk?
Kalau begitu, apa lagi yang kautunggu?!

DENGAN PERINTAH TERSEBUT, TAWADUKLAH!

Nabi Saw. bersabda, “Allah mewahyukan kepadaku agar kalian bersikap tawaduk sehingga seseorang tidak boleh berlaku congkak atas orang lain dan tidak boleh berlaku aniaya.” (HR. Abu Daud [hadis no. 4895], Ibn Majah [hadis no. 4179])

Jika engkau berkata sikap sombong kepada makhluk Allah dan menganiaya mereka, sementara engkau tidak sukadengan perbuatanmu dan ingin memperbaiki diri, maka harus bersikap tawaduk. Bukankah perintah diatas sudah cukup? Engkau sudah mengetahui. Maka jagalah!

TANAH ADALAH JALAN TERDEKAT MENUJU LANGIT

Nabi saw. bersabda, “ Allah Swt. Berfirman, ‘siapa yang tawaduk kepadaku seperti ini, (lalu Nabi saw. menunjuk tanah dengan begian dalam telap tangannya dan menjatuhkannya ke tanah. Sembari menjatuhkan tangannya ketanah, beliau melanjutkan) maka, aku akan meninggikannya seperti ini” (Beliau membalikkan telapak tangannya tinggi-tinggi menuju langit) (HR. Imam Ahmad [hadis 1/44]).
Maha suci Allah, ketika engkau kian tawaduk kepada Allah dalam hidup bermasyarakat, pada waktu itulah engkau kian dimuliakan oleh Allah. Perhatikan per perumpamaan diatas. Perhatikan dua kata yang ada “tanah dan langit”.

Catatan penting: Di antara sikap tawaduk tanah adalah kita berjalan di atasnya dengan kaki kita. Karena itu, ia layak untuk dijadikan tempat sujud kening kita. Sungguh sebuah keutamaan!

TIDAK MASUK SURGA? YA ALLAH, SELAMATKAN

Nabi Saw. bersabda, “Tidak masuk surga orang yang hatinya memendam kesombongan walau seberat atom.” (HR. Muslim [hadis no. 263], Abu Daud [hadis no. 4091])
Ada riwayat lain: “Tidak masuk surga orang yang dalam hatinya terdapat kesombongan seberat biji sawi.”
Sekarang tanyakan pada dirimu, adakah di hatimu kesombongan seberat atom? Hadis ini sangat penting.
Barangkali di hari kiamat kelak engkau datang dengan membawa salat, puasa, zakat, haji, amalan saleh, dan sebagainya. Akan tetapi, bila dirimu masih dikotori setetes kesombongan, engkau tidak akan masuk surga. Karena itu, jangan menjadi hamba yang rajin ibadah tetapi berakhlak buruk. Mulailah berubah!

APAKAH ENGKAU MAU MENYAINGI ALLAH?

Allah Swt. berfirman dalam hadis qudis, “Kesombongan adalah pakaian_Ku dan kemuliaan adalah jubah_Ku. Siapa yang mau menyaingi_Ku dalam keduanya, pasti Aku siksa.” (HR. Imam Ahmad [hadis 2/414])
Tawaduklah kepada Allah dan jangan engkau menyaingi kesombongan_Nya. Tidakkah engkau menginginkan karunia surga? Tidakkah engkau takut kepada siksa neraka?

PERHATIKAN WASIAT LUQMAN

Allah Swt. befirman dalam wasiat Luqman kepada anaknya, “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (tusha’ir) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh..” (Q.S Luqman: 18). Apakah makna dari kata tusha’ir (memalingkan)?

Ia berasal dari kata shi’ir. Yaitu, sejenis penyakit yang menimpa leher unta sehingga ia tdak bisa membalikkan lehernya lagi. Ia pun berjalan dengan leher mendongkak ke atas.
Perhatikanlah perumpamaan Al Qur’an yang sangat menarik tersebut. Kurasa saat ini engkau sedang membanyangkan gambarannya seperti apa. Yang menjadi pertanyaan, bagaimana kondisi lehermu?

BEBERAPA CONTOH YANG LAYAK DITIRU

TAWADUK ADALAH AKHLAK RASUL

Para sahabat bercerita bahwa Rasul Saw. kala bersalaman tidak melepaskan tangannya hingga orang yang disalami itu yang melepasnya. Beliau selalu menghadap dengan seluruh tubuhnya. Beliau tidak memalingkan wajah darimu, sampai engkau sendiri yang memalingkan wajah. Beliau selalu duduk di tempat duduk terakhir yang tersisa. Beliau juga senantiasa riang ceria. Engkau tidak akan menemuinya kecuali dalam kondisi tersenyum.

Ya Allah. Betapa jauh perilaku kita dari perilaku beliau. Engkau bersalaman dengan manusia secepat mungkin sambil berkata, “Aku sibuk.” Apakah engkau lebih sibuk daripada Nabi Saw? apakah engkau bersalaman dengan orang dan menghadap kepada mereka dengan seluruh tubuhmu? Atau, engkau berjabat tangan semantara hati dan badanmu tertuju kearah lain tanpa melihatnya? Engakau ingin memimpin majelis dan menjumpai manusia dengan wajah masam? Jika engkau bisa melakukan beberapa hal seperti yang dilakukan Nabi Saw., berarti engkau orang yang tawaduk. Aku tahu, di antara kalian ada yang baru melakukan satu darinya, ada yang dua, dan ada pula yang...
Wahai saudaraku, belajarlah dari sikap tawaduk yang ditunjukkan Nabimu.
Nabi Saw. bersabda, “Allah memberikan pilihan padaku: menjadi raja sekaligus nabi atau menjadi hamba sekaligus nabi. Maka, aku memilih menjadi hamba sekaligus nabi.” (HR. Al Thabrani dalam al Mu’fo jam al Kabir [hadis no. 12061])
Kami rindu ingin bertemu dengan kekasih kami, Muhammad Saw. Apakah kalian juga demikian?

BIASA-BIASA SAJA

Lihatlah bagaimana Nabi Saw. bersikap tawaduk ketika seseorang mendatangi beliau dengan tubuh gemetar (ia mengira sedang bertemu dengan salah seorang raja). Melihat hal itu, Nabi Saw. berkata, “Biasa-biasa saja. Aku bukan raja. Aku hanyalah anak dari seorang wanita yang makan daging kering di kota Mekah.” (HR. Ibn Majah [hadis no. 3312], al Hakim [hadis 2/466])

Pernahkah seseorang datang menemuimu dalam kondisi takut lalu kaukatakan padanya, “Aku anak seorang petani biasa.” Lihatlah sikap tawaduk Nabi Saw. Jangan sampai engkau termasuk orang yang sombong kepada manusia dan mengambil kesempatan.

AKU KHAWATIR ENGKAU TIDAK MEMAHAMI MAKSUDNYA

Beliau pernah menaiki keledai (HR. Imam Ahmad [hadis 1/111]) padahal beliau mampu manaiki kuda. Hal itu beliau lakukan karena tawaduk kepada Allah.

Saat pendudukan Khaibar, Nabi Saw. kembali dari Khaibar sebagai pemenang yang berada di atas kudanya sementara orang-orang menunggu beliau. Ketika sudah sampai, beliau bertanya, “Mana bagal itu (sejenis keledai)?” beliau turun dari kudanya dan menaiki binatang tersebut karena tawaduk kepada Allah.
Kuharap engkau bisa memahami keterangan di atas secara benar. Aku tidak menceritakan riwayat tersebut agar engkau hidup dalam kondisi sulit, sedih, dan menderita. Tidak, demi Allah. Jika engkau memahami seperti itu, barangkali sampai ke bulan Mars lebih mudah bagimu daripada tawaduk. Misalnya engkau memiliki sebuah mobil yang kau pakai setiap hari untuk pergi menuju pekerjaanmu. Tetapi pada suatu hari engkau menaiki angkutan umum karena tawaduk kepada Allah. Orang cerdas cukup dengan isyarat.

WAHAI GENERASI ABAD KE-21, BELAJARLAH...!

Berikut ini sebuah kondisi yang manakjubkan. Perhatikan sejauh mana sikap tawaduk yang diperlihatkan oleh Nabi Saw. diriwayatkan bahwa seorang budak wanita yang masih belia memgang tangan Nabi Saw. Beliau membiarkan tangannya dipengan. Ketika wanita itu pergi ke kota Madinah untuk membeli kebutuhannya, belaiu bersedia menyertainya hingga kembali.

Sungguh luar biasa. Adikmu berkata padamu, “Ayo, ikut aku membeli sesuatu.” Engkau menolaknya dengan alasan... Wahai generasi abad ke-21, contohlah Nabimu. Jadilah orang yang tawaduk! Jumlah orang yang melakukannya saat ini sudah sangat sedikit. Apakah engkau termasuk di antara mereka?


OH TUHAN, TUBUH NABI SAW. TERTUTUP TANAH

Perhatikah sikap tawaduk Nabi Saw. saat perang Khandak. Di antara sahabat ada yang menggali lubang dan ada yang memecahkan batu. Menggali lubang dan memecahkan batu adalah pekerjaan yang relatif agak bersih. Lalu, apa yang engkau lakukan, wahai Rasulullah Saw.? Apakah beliau hanya mengawasi? Apakah beliau menggali lubang? Apakah beliau ikut memecahkan batu? Ternyata beliau membawa tanah galian yang dalamnya tiga meter di atas pundaknya. Kata para sahabat, “Demi Allah. Kami melihat tubuh Rasul Saw. tertutupi tanah.

Tampaknya engaku terheran-heran dan bertanya, “Apakah mereka melihat tubuh Nabi?” Ya. (Nabi bekerja dengan semangat). Namun perhatikan kondisi kita sekarang. Kaulihat ia hanya mengawasi dan memantau tanpa berbuat apa-apa. Jauh berbeda dengan Nabi Saw. Beliau memilih pekerjaan tersulit dan membawatanah di atas pundaknya. Tunjukan kekuatanmu kepada Allah. Tunjukkan tawadukmu! Temuilah ibumu dan berjanjilah kepadanya bahwa engkau akan mencuci piring, membersihkan lantai, dan ... Tidakkah engakau ingin tawadukmu terwujud dalam praktik nyata?

SETELAH INI TIDAK ADA ALASAN BAGIMU

Nabi Saw. biasa membantu pekerjaan keluarga. Beliau menambal baju, menambal sandal, memeras susu kambing, dan melayani dirinya. (HR. Imam Ahmad [hadis 6/167])

Sungguh menakjubkan. Beliau adalah Nabi Saw. mengapa beliau melakukan itu semua? Jangan heran. Begitulah sikap tawaduk. (Tidak masuk surga kecuali yang mengikuti Nabi Saw.). belajarlah dari sikap tawaduk Rasul seluruh manusia ini.
Tampaknya sekarang engkau gelisah. Seolah-olah kondisimu mengatakan, “Aku tidak mempunyai alasan lagi.” Maka, dari sekarang engaku akan pergi kepasar dan sejak sekarang engkau akan membantu keluarga. Perbaharuilah niatmu dan tirulah Nabimu yang tawaduk itu!

CARILAH SEBUAH KALUNG UNTUKMU! IA AKAN MENJADI SAKSI BAGIMU

Saat pendudukan Khaibar, jumlah wanita yang ikut sekitar dua puluh orang. Di antara mereka ada seorang gadis kecil. Nabi Saw. berkata paadanya, “Kemari. Naiklah di belakangku!” (Jaraknya kira-kira 20 km). Di ceritakan bahwa saat nabi Saw. ingin istirahat, beliau turun dari atas untanya lalu menderumkannya seraya berkata, “Ulurkan tanganmu!” Beliau pun menurunkan gadis tersebut. Gadis itu kemudian bercerita, “Ketika perang telah usai dan kaum muslim mendapat kemenangan, aku melihat Rasul Saw. sedang membagi-bagikan berang rampasan perang. Beliau melihat kepada orang-orang yang melihatku. Maka, beliau memanggilku, ‘Kemari!’ Aku segera mendatanginya. Lalu beliau mengeluarkan sebuah kalung dan berkata, ‘Pakailah!’ Sebetulnya aku hendak mengambilnya dari Nabi Saw. untuk kupakai sendiri. Namun, beliau menolak, ‘Tidak, biar aku yang memakaikan.’”  (HR. Imam Ahmad [hadis 6/242]). Gadis itu melanjutkan, “Beliau mengalungkan sendiri di leherku. Dan sejak saat itu demi Allah , kalung itu tidak pernah terpisah dari leherku. Bahkan aku telah berpesan agar ia ikut dikubur bersamaku sehingga pada hari kiamat nanti aku bisa menemui beliau dan berkata, ‘kalung itu, ya Rasulullah.’”

Tampaknya engkau mengeluarkan air mata karena terharu. Namun, perhatikan sikap tawaduk yang diperlihatkan Nabi Saw. dalam bergaul dengan manusia. Bahkan dengan semua manusia.
Yang menjadi pertanyaan, apakah engkau juga bergaul dengan manusia dengan cara seperti itu? Kurasa ucapan gadis itu sangat menyentuh hatimu.yaitu, ketika ia berkata, “Bahkan aku telah berpesan agar ia ikut dikubur bersamaku sehingga pada hari kiamat nanti aku bisa menemui beliau dan berkata, ‘Kalung itu, ya Rasulullah.’” Sebuah perasaan yang jujur yang sampai kepadamu darisekitar 1.400 tahun yang lalu.
Carilah sebuah kalung untukmu! Lalu pada hari kiamat nanti engkau bisa menemui Rasulullah seraya berkata, “Ya Rasulullah, semenjak mendengarnya, alhamdulillah aku menjadi orang yang tawaduk.”

TAWADUK YANG MENGAGUMKAN

Tahukah engakau bagaimana Nabi Saw. memasuki kota Mekah pada saat Fathul Mekah dan pada saat memperoleh kemenangan? Beliau memasuki mekah dengan menundukkan kepala.

Diriwayatkan, “Bahkan kami melihat kening Nabi nenyentuh unta.” Ya Allah. Padahal sebelum itu, mereka telah menganiaya, menyiksa, dan membunuh para sahabat, serta telah memerangi Rasul Saw.

Mahasuci Allah. Sungguh sebuah sikap tawaduk yang mengagumkan. Siapa yang bisa melakukan perbuatan semacam itu saat ini? Bisakah engkau membayangkan? Sebuah kemenangan agung. Akan tetapi, ia dihadapi dengan sikap tawaduk yang lebih agung. Rendahkan sayapmu, pasti Allah merahmatimu.

 AKU YANG MENGUMPULKAN KAYU BAKAR

Saat dalam sebuah perjalanan, Nabi Saw. menyuruh memasak kambing. Salah seorang berkata, “Biar aku yang menyembelihnya.” Yang lainnya berkata, “Aku yang mengulitinya.” Yang lain berkata, “Aku yang memasaknya.” Nabi pun berkata, “Aku yang mengumpulkan kayu bakar.” Mereka menjawab , “Biar kami saja yang bekerja.” Mendengar hal itu, beliau berkata, “Aku tahu kalian akan melarangku. Tetapi aku tidak suka diperlakukan istimewa. Sebab, Allah membenci seorang hamba yang ingin tampak istimewa diantara sahabatnya,”
Nabi pun bangkit dan mencari kayu bakar.

Ya Allah, jadikanlah kami orang yang tawaduk dan cinta kepada Nabi-Mu, Muhammad Saw. Ya Allah, tolong kami dan berikan taufik pada kami untuk bisa bersikap tawaduk.

ANDAI SAJA ENGKAU MELIHAT KONDISI KAMI, WAHAI ABU BAKAR

Berikut ini beberapa contoh sikap tawaduk yang diperlihatkan oleh para sahabat. Yang pertama Abu Bakar al-Shiddiq. Beliau membersihkan rumah seorang wanita tua, padahal beliau siapa? Beliau khalifah Rasulullah. Beliau adalah seorang am al mu’minin.

Lalu siapa engkau? Engkau tidak mau membersihkan rumah, tidak mau membantu ibumu, dan tidak mau membantu istrimu. Seorang anak gadis berkata pada ibunya, “Sekarang aku sibuk. Aku sudah kuliah, masa harus membersihkan rumah!” Di rumahmu saja engkau tidak mau. Lalu, bagaimana akan membersihkan rumah seorang wanita tua seperti yang dilakukan Abu Bakar?

Tidakkah engkau malu? Di mana engkau, wahai Abu Bakar, agar engkau bisa melihat kondisi kami?

PERTANYAAN SULIT, NAMUN MUDAH DIJAWAB

Lihatlah sikap tawaduk Abu Bakardalam kondisi berikut. Seseorang yang baru memeluk Islam menghampiri beliau dan memohon, “Wahai khalifah Rasulullah, berikan sesuatu padaku.” Abu Bakar memberinya sebidang tanah. Beliau berkata, “Temuilah Umar ibn al Khattab untuk meminta saksi atasnya.” Umar menjawab, “Demi Allah, aku tidak akan menjadi saksi. Kalian bisa mengambilnya ketika Islam dalam kondisi lemah. Sementara, sekarang Islam dalam kondisi kuat.” Lalu Umar mengambil kertas itu dan merobeknya. Orang tersebut segera mendatangi Abu Bakar dan bertanya, “Demi Allah. Aku tidak tahu, siapa diantara kalian yang menjadi khalifah: engakau atau Umar?” Abu Bakar r.a menjawab, “Dia, insya Allah.”

Bayangkan seandainya engakau berposisi sebagai Abu Bakar, apa yang akan kaulakukan? Alhamdulillah, engkau tidak menempati posisinya. Namun, bisakah engkau belajar dari sikapnya? Bisakah engkau menjadi orang tawaduk?

SEMOGA SAJA AKU HANYA SEHELAI RAMBUT DI HATI ABU BAKAR

Berikut ini kuketengahkan sebuah contoh dari Faruq al Ummah (Umar ibn al Khattab). Di dalamnya umar mengajari kita sikap tawaduk. Hanya saja, sebelum aku menerangkan, ingatlah pada sosok Umar dan kekuatan Umar. Jangan lupa terhadap sikap tawaduk beliau yang pernah mengucap kalimat ini, “Semoga saja aku hanya sehelai rambut di hati Abu Bakar.”

Ukur dirimu dengan kalimat itu! Lalu katakanlah, “Betapa aku masih jauh dari sikap tawaduk!”

WAHAI AHNAF, MARI BANTU AMIR AL MU’MININ MEMBERSIHKAN UNTA SEDEKAH

Sebuah delegasi dari Irak mendatangi Amir al Muminin, Umar ibn al Khattab. Mereka dipompin oeleh al Ahnaf ibn Qais, salah seorang pemimpin irak. Begitu sampai, mereka melihat Umar sedang membersihkan seekor unta. Umar berkata, “Wahai Ahnaf, mari bantu Amir al Muminin membersihkan unta sedekah.” Salah seorang dari mereka bartanya, “Semoga Allah merahmatimu, wahai Amir al Muminin. Mangapa engkau tidak menyuruh salah seorang hamba sahayamu membersihkan unta ini.” Umar mejawab, “Adakah yang lebih hamba dariku. Lalu siapa al Ahnaf ibn Qais? Bukankah ia orang yang diserahi urusan kaum muslim? Kedudukannya terhadap mereka sama sepertihamba terhadap majikan.”

Ya Allah. Umar inm al Khattab membersihkan sendiri unta itu. Mengapa demikian?! Amir al Muminin membersihkan unta?! Seolah-olah kita sedang membaca kisah fiktif. Akan tetapi, tawaduk memang bisa lebih daripada itu. Apakah engkau meragukan ucapan ini?! Cobalah, pasti engkau akan yakin.

AKU HANYA SALAH SEORANG DARI KAUM MUSLIM

Sebuah sikap tawaduk yang mengagumkan ditunjukkan oleh Sayyidina Ali ibn Abi Thalib. Beliau mempunyai istri lain sesudah Fatimah meninggal. Saat itu beliau sedang duduk bersama putranya dari istri kedua. Namanya Muhammad ibn al Hanafiyyah. Muhammad bertanya kepada sang ayah, “Wahai ayah, siapa muslim terbaik sesudah Rasulullah?” Ali menjawab, “Abu Bakar al Siddiq.” Ia bertanya lagi, “Lalu siapa?” Ali menjawab, “Umar ibn al Khattab.” Setelah itu Muhammad berpikir, “Aku khawatir kalau bertanya, ‘selanjutnya siapa?’ beliau akan menjawab, ‘Usman.’ Maka kukatakan secara langsung, ‘Kemudaian Eangkau.’” Ali menjawab, “Aku hanya salah seorang dari kaum muslim.”

Kedengarannya dirimu berkata, “Itu memang harus dikatakannya. Setiap kita pasti melakukan hal yang sama. Sudah bisa manakala ada orang memuji kita, jawabnya mesti begitu.” Namun kukatakan padamu bahwa tawaduknya kalbu tidak sama dengan tawaduknya lisan.

Bukankah engkau sependapat?

ENGKAU LEBIH BAIK DARIPADA DIRIKU DAN IBUMU LEBIH BAIK DARIPADA IBUKU

Ada sedikit perselisihan antara Muhammad ibn al Hanafiyyah dan al Husain ibn Ali. (Mereka dua bersaudara dari ayah yang sama. Yaitu, Sayyidina Ali). Ketika perselisihan tersebut berkepanjangan, Muhammad ibn al Hanafiyyah mengirim sepucuk surat kepada al Husain. Simaklah isi surat itu: “Wahai saudaraku, perselisihan di antara kita sudah berlangsung lama. Engkau lebih baik daripada diriku dan ibumu lebihbaik daripada ibuku. Sementara Raulullah Saw. berkata, ‘Orang terbaik di antara mereka adalah yang memulai memberi salam.’ (HR. Bukhari [hadis no. 6077], Muslim [hadis no. 6478]). Aku khawatir apabila aku yang memulai memberi salam, aku lebih baik daripada dirimu. Karena itu, hendaknya engkau yang memulai memberi salam kepadaku.”

Sungguh menakjubkan. Ucapan ini tidak keluar kecuali dari orang yang tawaduk.

Demi Allah. Cobalah berusaha menjadi orang yang tawaduk lalu konsistenlah! (Siap yang mencari kebaikan, pasti diberi). Ayo, cari tawaduk dalam setiap kehidupanmu.

KALBU-KALBU TAWADUK

Berikut ini kusodorkan sebuah contoh. Jadikan ia sebagai penjimu dalam membaca ayat, “Hendaknya dalam hal itu mereka berlomba-lomba.” (Q.S al Muthaffifin: 26). Suatu  hari, Zaid ibn Tsabit mengenddrai untanya. Lalu datanglah Abdullah ibn Abbas. Ia m tali kekang unta seraya berkata, “Beginilah kami disuruh melakukan para ulama.” Sebaliknya, Zaid ibn Tsabit segera turun dari untanya dan mencium tangan Abdullah ibn Abbas. Zaid berkat, “Beginilah kami disuruh memperlakukan keluarga Nabi Saw.”

Zaid ibn Tsbit adalah sahabat yang menghimpun Al Qur’an, sementara Abdullah ibn Abbas adalah seorang sehabat yang digelari “tinta umat”. Subhanallah! Beragam cara mereka mengekpresikan sikap tawaduk, sedangkan engkau masih ...!

Mari, ambil contoh di atas dengan sungguh-sungguh. Belajarlah bagaimana bersikap tawaduk!

SIAPA YANG MENGENAL DIRINYA, PASTI TAWADUK KEPADA ALLAH

Imam Safi’i menuturkan, “Kami meminum air zam-zam dengan niat mendapatkan ilmu, sehingga kami mendapatkannya. Andaikan kami meminumnya dengan niat mendapatkan ketakwaan pasti lebih baik.”

Tahukah engkau siapa yang mengucapkan pernyataan diatas? Ia adalah Imam Syafi’i. Ya Allah, Imam Syafi’i mengucapkan hal itu? Lalu apa yang kauucapkan?

Ya. Siapa yang mengenal dirinya pasti tawaduk kepada Allah.

BUKANKAH SUDAH WAKTUNYA BAGIMU UNTUK MENGENAL DIRIMU?

Mari melihat sikap tawaduk yang ditunjukkan oleh Imam Syafi’i. Dengarkan perkataannya:

Aku mencintai orang saleh, sementara aku bukan golongan mereka, semoga lewat mereka aku memperoleh syafaat dan aku benci kepada orang berbisnis maksiat. Meskipun kami mempunyai degangan yang sama.

Jangan heran! Ia telah mengenal dirinya. Bukankah sudah tiba waktunya bagimu mengenal dirimu?

 

JANGAN KAU TINGGIKAN HARGAMU

Kita masih bersama sikap tawaduk yang diajarkan oleh Imam Syafi’i, “Jangan kautinggikan hargamu, pasti Allah mengembalikanmu pada nilaimu. Tidakkah kaulihat orang yang menundukkan kepalanya ke bawah atap, pasti atap itu melindunginya. Sementara siapa yang meninggikan kepalanya, pasti atap itu melukainya,”

Sungguh kata-kata yang mendalam. Berkesan di akal, menebus jiwa, dan mencapai kalbu. Selamat bagimu. Sekarang engkau akan membaca dengan kalbu.

JALAN MENUJU TAWADUK

TAWADUK DALAM BERPAKAIAN

Berikut ini berbagai contoh tawaduk dalam kehidupan kita. Kita mulai saja dengan tawaduk dalam berpakaian, satu ketika seseorang mendatangi Nabi Saw., “Ya Rasulullah, aku senang memakai pakaian yang bagus dan sandal yang bagus. Apakah termasuk sombong?” beliau menjawab, “Tidak. Allah Maha Indah. Dia senang pada keindahan.” (HR. Muslim [hadis no. 261], al Tirmidzi [hadis no. 1999])

Ada yang menduga bahwa pengertian tawaduk dalam berpakaian adalah memakai pakaian yang paling jelak. Jangan sampai engkau memberi kesan kepada manusiabahwa orang yang taat beragama tidak mempunyai cita rasa dalam berpakaian. Pakaiannya tidak bagus. Akan tetapi, pakailah pakaian yang paling bagus dan paling indah. Sebab, begitulah seharusnya penampilanmu. Hanya saja, jangan sombong dan angkuh. Tujuannya adalah agar manusia berkata, “Orang yang taat, pakaiannya paling bagus dan paling baik.”

Jangan sampai engkau melakukannnya

Nabi Saw. bersabda, “Ketika seseorang berjalan secara sombong karena pakaiannya, Allah benamkan ia ke dalam bumi. Ia terus terbenam didalamnya hingga hari kiamant.” (HR. Muslim [hadis no 5434], Imam Ahmad [hadis 2/492])

Maka, pesan untuk semua wanita, “Tawaduklah dalam berpakaian! Jangan sampai engkau...” Demikian pula para pemuda. Tidakkah engkau takut dibenamkan kedalam bumi?

Tawaduklah kepada Allah. Ingat, siapa yang bersikap tawaduk, pasti Allah muliakan.

Pakaian Iman Yang mana yang kauinginkan?

Nabi Saw. bersabda, “Siapa yang meninggalkan sebuah pakaian karena tawaduk kepada Allah padahal ia mampu memakainya, Allah akan memanggilnya pada hari kiamat di hadapan para makhluk hingga ia diberi pilihan, pakaian iman manakah yang ingin ia pakai.” (HR. Al Tirmidzi [hadis no. 2481], Imam Ahmad [hadis 3/439])

Pahamilah, semoga Allah memberimu petunjuk. Ungkapan di atas tidak bertentangan dengan keterangan sebelumnya seperti yang kaukira.  Engkau mengenal dirimu daripada siapa pun juga. Misalnya, engkau bisa memakai pakaian yang sederhana, biasa, dan tidak mahal namun tetap bagus. Hanya saja, ia tidak seperti yang biasa kaupakai. Tentu saja itu kaulakukan dengan niat tawaduk kepada Allah.
Perhatikan kembali ungkapan berikut dan pahamilah maknanya secara baik; “Padahal ia mampu memakainya.”


TAWADUK KEPADA PEMBANTU

Nabi Saw. bersabda, “Ada saudara-saudara kalian yang Allah tempatkan di bawah kekuasaan kalian. Beri mereka makan dari apa yang kaumakan, beri mereka pakaian dari apa yang kaupakai, beri mereka tugas yang mampu mereka lakukan. Jika kaubebani mereka dengan sesuatu yang tidak mampu mereka lakukan, bentulah mereka.” (HR. Bukhari [hadis no. 30 dan no. 2545], Muslim [hadis no. 4289], Ibn Majah [hadis no. 3690], dan Imam Ahmad [hadis 5/158])

Nabi Saw. juga bersabda, “Jika pembentu kalian membawakan makanan kepada kalian, dudukkan ia bersama kalian. Jika tidak, berikan padanya satu atau dua suap, satu atau dua kali makan.” (HR. Imam Ahmad [hadis 1/446])
Sepertinya engkau berkata, “Sulit sekali. Ini sangat berat bagi kita.” Apakah kata “saudara-saudara kalian” tidak menggugah hatimu?! Aku khawatir kalian menialai mereka sebagai budak.

Sebagai contoh; Seorang istri berkata kepada pembantunya, “Kta harus membersihkan seluruh ruangan rumah.” Maka, sang pembantu segera membersihkannya. Ia melakukan pekerjaan tersebut sepanjang hari dan merasa sangat penat. Tetapi sesudah itu ia masih diberi pekerjaan lain yang tak mampu ia lakukan... Ada pula wanita yang tidak senang kalau pembantunya melakukan sebuah kesalahan. Ia langsung emosi kepadanya. Bahkan, ...

Demi Allah, mereka adalah saudara kalian yang Allah tempatkan di bawah kekuasaan kalian. Karena itu, berendah hatilah terhadap pembantu!

TAWADUK DALAM MEMBANGUN RUMAH

Sayyidina Ali ibn Abi Thalib r.a. berkata, “Aku menikah dengan putri Nabi Saw., Fatimah. Aku pun tinggal bersamanya. Demi Allah, ketika kami menikah, di rumah kami hanya ada sebuah kuli domba yang terhampar di atas tanah dan sebuah bantal berisi sabut.”

Kami tidak mengetengahkan ucapan beliau untuk dijadikan sebagai perbandingan atau perumpamaan. Sebab, rumah Sayyidina Ali selanjutnya berkembang. Allah berikan kelapangan padanya dan Allah sempurnakan rumahnya. Kami juga tidak mengetengahkan ucapan beliau agar kalian kikir terhadap diri sendiri. Namun maksudnya agar kita tidak banyak menuntut.

Contoh kasus; Ada sebuah pernikahan yang gagal karena membendingkan dengan kondisi keluarga lain.

Kuharap engkau tidak memahami ucapan di atas mentah-mentah. Pahamilah maksudnya! Siapkan rumahmu sesuai dengan bentuk yang kausukai. Tetapi, jangan berlebihan. Kalau bisa tawaduklah dalam membangun rumah.

TAWADUK KEPADA KELUARGA DEKAT, TERUTAMA...

Tawaduklah kepada keluarga dekat, terutama kepada mereka yang miskin. Sekarang cobalah merenung! Mulai berbuat baik pada mereka, menanyakan kondisi mereka, mengunjungi mereka, dan memberikan bantuan dalam bentuk apa pun kepada mereka.

Jangan sampai engkau hanya bisa berbuat baik kepada keluarga dekat yang kaya. Tidakkah engkau takut kepada Allah? Apakah engkau tidak mau mengunjungi mereka hanya karena mereka miskin? Mana Akhlak tawaduk yang kaupelajari?

TAWADUK KEPADA ORANG YANG STATUS SOSIAL DAN PENDIDIKANNYA DI BAWAH KITA

Tawaduklah kepada mereka yang berada di bawahmu. Jangan engkau melihat manusia dengan sikap merendahkan. Jangan sekali-kali berkata, “Aku anak Fulan al-Fulani...”

Jangan mengangkat-angkat ilmu dan pengetahuanmu. Tawaduklah kepada Allah. Jika tidak,...

TAWADUK TERHADAP GURU

Tawaduklah terhadap gurumu. Jangan sekali-kali engkau mengejek gurumu dan lebih perhatian pada perjalanan hidup guru lain.

Belajarlah bersikap tawaduk dari anak-anak khalifah. Mereka membawakan sepatu guru mereka. Sepertinya engkau berkata, “Engkau tidak mengenal guru kami sih.”

Wahai saudaraku, pertama-tama tawaduklah kepada Allah dan berinteraksilah secara baik denganNya. Tuluskan niatmu!

TAWADUK TERHADAP MURID

Yang kami maksudkan dengan ilmu di sini adalah dakwah kepada Allah. Wahai yang menyeru manusia kepada Allah, tawaduklah! Wahai para juru dakwah, jangan menertawakan, mengolok-olok, dan mencela orang yang berbuat salah.

Nanti engkau akan menyesal. Dengan tindakan seperti itu, engakau membuat manusia benci kepada agama. Tawaduklah! Semoga Allah memberikan petunjuk padamu. Demi Allah, sikap tawaduk membuat manusia suka kepada agama Allah.

TAWADUK TERHADAP KEDUA ORANG TUA

Allah Swt. berfirman. “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua Telah mendidik Aku waktu kecil". (Q.S Al Israa': 24). Yakni apabila keduanya masih hidup.

Namun, apabila keduanya telah wafat, mintakan ampunan untuk mereka, lakukan amal saleh untuk memberatkan timbangan amal mereka, dan berbuat baiklah kepada teman mereka.

Contoh praktis; Engkau bisa berkata, “Sebenarnya aku ingin mempraktikkan sikap tawaduk kepada orang tua. Hanya saja aku tidak tahu ...” engkau harus mencium tangan ayah ibumu.

Apakah engkau bisa mencium tangan ayah ibumu di hadapan orang-orang, kerabat, dan para tamu? Apabila engkau ingin belajar bersikap tawaduk, ciumlah tangan orang tua selama sebulan. Pasti engkau merasa dirimu telah berubah.

Sepertinya engkau bergumam, “Aku bisa mencium tangan ibuku. Tetapi jika kepada ayah, aku tidak bisa.”

Kalau begitu, kunasehatkan agar engkau memulainya dari ayahmu. Ketika kondisinya sangat sulit, ketahuilah bahwa memang demikian maksud dari tawaduk.

JANGAN MENGUNGKIT-UNGKIT, LALU MENYANGKA TELAH BERBUAT BANYAK

Sikap tawaduk yang paling indah adalah merendah dan tawaduk di hadapan Allah Swt.

Jangan mengungkit-ungkit salat, qiyamullail, puasa, atau hijab yang kaukenakan. Ketahuilah bahwa, “Sekiranya bukan Karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu, tentulah segolongan dari mereka berkeinginan keras untuk menyesatkanmu. tetapi mereka tidak menyesatkan melainkan dirinya sendiri, dan mereka tidak dapat membahayakanmu sedikitpun kepadamu. dan (juga karena) Allah Telah menurunkan Kitab dan hikmah kepadamu, dan Telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui. dan adalah karunia Allah sangat besar atasmu. ”(Q.S AN Nisa: 113)

Karunia Allah kepadamu sangat besar. Tawaduklah di hadapan Tuhan. Jangan engkau merasa berjasa padaNya. Sebab itu akan membuat binasa.

TETAPI, BAGAIMANA CARA BERSIKAP TAWADUK?

Apa yang harus kulakukan agar menjadi orang yang tawaduk?
Yaitu, agar tawaduk menjadi akhlakku yang mendasar?

Inilah sebuah keinginan yang baik. Berarti, engkau tidak sedang membeca, tetapi membeca untuk memahami, mengamalkan, dan mengajarkan...

Sangkaanku padamu sangat layak. Kukira engkau dalam kondisi baik. Aku tidak mengada-ngada.


PERTAMA, KENALI TUHANMU
Di antara faktor yang bisa membantu untuk bersikap tawaduk adalah engkau mengenali Tuhanmu, menyaksikan keagungan dalam semua ciptaanNya, serta mengetahui bahwa Tuhanmu Mahakuasa dan bahwa nikmatNya tidak terhingga. Juga sadari kekayaanNya lewat kepapamu, kekuatanNya lewat kelemahanmu, dan keilmuaanNya lewat kehinaanmu.

Ketika itulah engakau akan mengenal siapa dirimu sebenarnya, wahai orang yang malang. Tawaduklah kepada Zat yang mengatur segala urusan, Pencipta langit dan bumi.


KEDUA, LATIHAN PRAKTIS
Setelah mengenal Tuhanmu, mari praktikkan apa yang kaubaca dalam kenyataan. Jangan engkau membaca hanya untuk hiburan. Tetapi, bacalah untuk memahami dan mengamalkan. Mulailah dari sekarang. Sesekali, makanlah bersama para pegawai biasa dan makanlah bersama pembantu. Bersihkan rumahmu, cuci piring-piring yang kotor, dan katakan, “Hari ini aku bertanggung jawab atas pekerjaan rumah.”

Ciumlah tangan ayah ibumu. Datangi kerabat-kerabatmu yang miskin. Kunjungi dan tanyakan kondisi mereka. Jangan engkau mengolok-olok siapa pun. Cobalah suatu hari engkau menaiki angkutan umum sebagai ganti dari mobilmu. Keluarlah dengan pakaian yang bagus dan rapi, tetapi tetap tawaduk diukur dengan pakaianmu. Bawakan tas tetangga yang berat dan antarkan kerumah. Jangan senang dengan pujian orang. Jangan marah pada orang yang berbuat jahat kepadmu. Sayangilah orang-orang yang status sosialnya berada di bawahmu. Salami penjaga pintu. Lalu, tanyakan kesehatannya berikut kondisi anak-anaknya. Dan seterusnya.

Sebagai kesimpulan, cara terbaik agar tawaduk bisa menjadi akhlakmu adalah mencari hal tersulit bagimu. Yaitu, yang dirimu tidak suka melakukannya. Namun, lakukanlah! Dengan begitu, tawaduk bagimuakan menjadi ibarat air dan udara. Engkau tidak bisa hidup tanpa keduanya.

BAGAI MANA ANDA TAHU BAHWA DIRIMU TELAH TAWADUK?

Apabila ingin mengetahui, apakah dirimu telah menjadi orang tawadukatau tidak, engkau harus melakukan cara praktis berikut ini;

Suruhlah salah seorang teman, tetangga, anak, atau kerabatmu (yang penting orang yang kaupercaya) untuk bertanya kepada pembantu, teman, kerabatmu yang miskin, ayah ibumu, dan siapa saja yang berhubungan denganmu, apa pendapat mereka tentang dirimu.

Dari sini, engkau akan mengetahui apakah engkau telah menjadi orang tawaduk atau tidak. Ingat, mereka akan berkata apa adanya tentangmu.


BERIKUT PERINGATAN! SEBAB, PERINGATAN TERSEBUT BERMANFAAT BAGI ORANG-ORANG MUKMIN

Bukalah kalbu kalian, perbaharui niat kalian, dan terimalah hadiah dariku ini:

Nabi Saw. adalah orang yang paling tawaduk, paling jauh dari sifat sombong. Beliau melarang orang berdiri menghormat kepadanya sebagaimana yang dilakukan kepada para raja. Beliau juga biasa mengunjungi orang miskin, duduk dengan kalangan fakir, menjawab panggilan budak sekaligus memosisikannya sebagai salah satu sahabat beliau. Selain itu, beliau menambal sandal, menjahid pakaian, bekerja dengan tangan sebagaimana kalian bekerja di rumah, dan beliau pun manusia biasa. Beliau membersihkan baju, memerah kambing, melayani dirinya sendiri, tidak membiarkan seseorang berjalan di belakngnya, tidak mengistimewakan dirinya atas hamba dan sahaya dalam hal makanan dan pakaian, membantu orang yang melayaninya, tidak pernah berkata kasar kepada pembantu, tidak pernah mencela ketika pembantu tadi mengerjakan atau meninggalkan sesuatu, sangat menyayangi orang miskin, begaul dan ikut menghadiri jenazah mereka, serta tidak pernah menghina seseorang karena kefakirannya.

Jika engkau ingin membalas hadiahku, jadilah orang yang tawaduk (Itulah hadiahku).

Ingat, “Tidak akan masuk surga orang yang di hatinya terdapat kesombongan walaupun seberat atom.”

Ya Allah, karuniakan sikap tawaduk kepada kami.

Ya Allah, buat kami menyukai sikap tawaduk.

Ya Allah, kami berlindung kepadaMu dari sifat sombong.

Ya Allah, buat kami benci kepada sifat sombong.

Ya Allah, buat kami agar bisa berzikir, bersyukur, dan beribadah dengan baik kepadaMU. ...Aamiin.

Setelah membaca pembahasan tawaduk ini, engkau harus berinteraksi dengannya, mengamalkannya dengan baik dan semoga engkau menjadi seorang  yang tawaduk dalam kehidupan. Dari sana, engkau akan menemukan banyak kebaikan. Selanjutnya, jangan lupa untuk mendoakan kami.


Sumber:
Al Qur’an
Hadis
Muhammad Khalid, Amrul. (2002). Indah Dan Mulia Panduan Sederhana Menjadi Pribadi Bijaksana. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta